Ramadhon dengan keistimewaan rahmat pada awalnya dan dibebaskan
dari api neraka pada akirnya. Tiada hari sepanjang bulan ini yang selalu
dipenuhi oleh nur (cahaya), maghfiroh (ampunan), dan ditempatkan
pada kedudukan yang paling tinggi dalam keimanan. Sebab itulah
kesempatan ini digunakan sebaik-baiknya oleh orang-orang yang beriman untuk
senantiasa meningkatkan kualitas keimanan agar mencapai derajat paling tinggi
disisi Alloh Swt yaitu Taqwa.
Sudah menjadi keharusan jika pada bulan agung yang istimewa ini, seorang mukmin/orang yang beriman berusaha untuk merebut dengan sekuat tenaga, dengan seluruh daya dan upaya untuk mendapatkan fadilah dan keutamaannya, dengan harapan memperoleh rahmat, ampunan dan pulihnya kembali keimanan dan semangat yang telah lama memudar, larut dengan segala kesibukan dunia pada hari-hari sebelumnya sepanjang perjalanan tahun yang lewat.
Sudah menjadi keharusan jika pada bulan agung yang istimewa ini, seorang mukmin/orang yang beriman berusaha untuk merebut dengan sekuat tenaga, dengan seluruh daya dan upaya untuk mendapatkan fadilah dan keutamaannya, dengan harapan memperoleh rahmat, ampunan dan pulihnya kembali keimanan dan semangat yang telah lama memudar, larut dengan segala kesibukan dunia pada hari-hari sebelumnya sepanjang perjalanan tahun yang lewat.
Bulan Ramadhon yang mengisyaratkan untuk menahan mulut
(nafsu) dari memakan makanan halal akan meningkatkan kemuliaan seorang muslim,
jika dipahami dan menyadari jauh dari
sekedar itu bahwa puasa adalah menahan mulut untuk tidak mengucapkan ucapan
yang tidak bermanfaat, kotor dan berdusta . Kalau menahan makan dan minum
merupakan aspek Zhohir dari puasa
(shoum), tetapi menahan diri dari ucapan yang dibolehkan merupakan makna puasa
(shoum) yang sesungguhnya.
Sebenarnya puasa merupakan aturan hidup yang melatih seorang
hamba untuk memakan makan yang halal sekalipun, serta ucapan yang diperbolehkan
sekalipun, mengajarkan seorang hamba untuk hidup sederhana dalam segala hal,
yang pada akhirnya meningkatkan kualitas rohani seorang hamba hingga mencapai
tingkat zuhud, sehingga seorang hamba memiliki qosdul akhiroh
(kecendrungan kepada akhirat) dan menjauh dari hubbuddunya (kecintaan
kepada dunia) karena tidak mungkin keduanya berkonsistensi atau berbarengan
(hidup bersama) dalam hati seorang
mukmin.
Lebih dari itu semua sesunggunya puasa adalah ujian bagi
keimanan seorang hamba terhadap Alloh Swt, puasa ibadah yang memerlukan
keyakinan yang tinggi akan eksistensi keilahian, puasa memiliki hubungan
langsung dengan sang pencipta yaitu Alloh Swt, bagaimana seorang hamba mampu
meyakinkan dirinya bahwa ibadah puasa yang dijalaninya mampu menjadikan dirinya
seorang yang bertaqwa, memperoleh derajat taqwa, padahal bisa saja dihadapan
manusia dia berdusta, dengan tidak berpuasa tak ada yang tahu. Tetapi Alloh
maha tahu apapun yang terjadi, karena
Alloh sendiri yang langsung menganugerahi ganjaran, pahala serta merahmati
orang-orang ini dengan derajat yang paling tinggi disisi-Nya, serta diampuni
dosa-dosanya.
Alloh Swt membedakan ibadah puasa (shoum) ini dengan
ibadah-ibadah lainnya, ibada puasa Alloh
melarang malaikat mencatat pahalanya,
kalau setiap kebaikan dibalas 10 kali sampai 700 kali lipat atau lebih, tetapi khusus untuk puasa (shoum), kata-Nya “Kecuali Shoum, maka yang ini untuk-Ku dan Aku sendiri yang
membalasnya”,. Alloh juga memberikan kabar gembira dengan dua
kebahagiaan yang dapat dinikmatinya, pertama ketika menjelang berbuka, dan yang
kedua ketika berjumpa dengan sang pencipta.
Bayangkan bagaimana halnya jika bertemu dengan yang Maha
terkenal dan maha penting ?, jika bertemu dengan manusia terkenal dan
penting saja seseorang sudah merasa demikian bahagianya ? tentu saja bagaimana besar
kecilnya seseorang merasakan bahagia saat perjumpaan dengan sang pencipta
berbanding lurus dengan sejauhmana ia mengenal Alloh Swt dan seberapa
pentingnya Alloh Swt bagi dirinya. Semakin dalam keimanan seseorang maka
semakin dalam ia mengenal Alloh Swt dan semakin ia merasa betapa pentinya arti
Alloh Swt bagi dirinya. Maka semakin tinggi keimanan seseorang semakin besar
hadiah/pahala yang ia terima saat berjumpa dengan sang pencipta, yaitu
kebahagiaan berjumpa dengan yang tiada tara bandingannya dan tidak dimiliki
oleh orang-orang yang beriman lainya.
Wallohu A’lam…….
Natar, 13 juli 2012
Natar, 13 juli 2012
Oleh; Husaini Husein
Sumber; Fiqhus Shiam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentar sebagai kritik dan saran, thank's